PEDAGOGI EKSPEKTATIF
(Sebuah sumbangan pemikiran pada pedagogi PBHK)
Oleh : Petrus B. Krisdiyanto, S.Pd.
Tulisan ini merupakan rampai kedua dari sebuah bunga rampai yang berbicara tentang prediksi Kurikulum 2006 yang akan datang. Pada edisi ini penulis mengupas (tepatnya: meramu) gagasan sebuah transformasi mengajar dan mendidik yang memberikan harapan Pedagogi yang memberikan pengharapan. Menyusul pada edisi mendatang, akan dikupas tuntas tentang siswa, orang tua, masyarakat, dan beberapa pihak yang berkaitan dengan pendidikan. Tulisan ini cocok dibaca oleh guru, siswa, orang tua, masyarakat, stake holder sekolah dua kali sehari.
Pemikiran Pendahuluan
Berdasarkan hasil survei yang dilakukan, The Political and Economic Fish Consultancy (PERC) yang berbasis di Hongkong menyimpulkan sistem pendidikan di Indonesia berada pada urutan ke-12 di Asia setelah Vietnam. Urutan pertama adalah Korea Selatan dan disusul pada urutan kedua adalah Singapura. Hasil survei ini didasarkan pada kualitas tenaga kerja dengan argumentasi yang dikemukakan sebagai langkah pertama untuk mendapatkan tenaga kerja yang berkualitas adalah sistem pendidikan yang berkualitas.
Menurut Miflah Thoha, Guru Besar Fisipol UGM Yogyakarta, kesiapan instruktur pendidikan yang dibagi dalam dua hal pokok yaitu intrastruktur sistem dan intrastruktur kelembagaan pendidikan. Dari dua intrastruktur akan diketahui seberapa jauh pendidikan dalam kerangka otonomi ini dikelola. Dengan dilaksanakan otonomi daerah sistem dan kelembagaan pendidikan seharusnya menyesuaikan dengan kebijakan otonomi tersebut.
Sistem pendidikan selama ini berupaya untuk menyeragamkan pendidikan yang tidak sama, menggeneralisasikan pendidikan untuk daerah-daerah yang berbeda, dan memperlakukan kebijakan yang tunggal untuk seluruh wilayah tanah air yang tidak seragam dan tidak sama. Cara semacam ini akan jauh dari praktik demokrasi yang tidak menghargai perbedaan yang tumbuh di daerah-daerah. Sistem pendidikan yang boleh sama, kata Miftah Thoha, hanyalah untuk sistem yang hersifat dasar yang strategis. Akan tetapi, kalau sub-sub sistem yang bersifat teknis seperti ebta dan ebtanas, perbukuan, metode dedaktif, bentuk organisasi, dan lainnya diseragamkan untuk seluruh wilayah tanah air maka tidak sesuai dengan otonomi daerah dan demokrasi.
Lebih jauh lagi, dalam alam kompetisi, untuk dapat mempertahankan eksistensinya, suatu Lembaga Sekolah harus selalu melakukan dua hal pokok yaitu ‘to create customers’ dan ‘to innovate’ untuk selalu menghasilkan nilai-tambah Lembaga Sekolah. Proses inovasi akan tumbuh subur jika dikembangkan sikap keberanian bereksperimen (menciptakan risiko) serta didukung oleh pengalaman dan pengetahuan yang memadai.
Oleh karena itu, sudah menjadi kesadaran dan kepentingan berbagai Lembaga Sekolah untuk memacu proses pembelajaran, baik bagi individu pegawai maupun pada tataran organisasi. (‘Continually expanding the capacity to create the future’, Peter Senge). Dapat dikatakan bahwa pembelajaran adalah suatu proses untuk meningkatkan keterampilan, pengetahuan, wawasan dan akhirnya percaya-diri yang diharapkan akan menunjang peningkatan kinerja individu dan organisasi untuk menghasilkan nilai-tambah bagi Lembaga Sekolah.
Seorang pakar, Larry Israelie, mengamati suatu proses dampak teknologi media terhadap kegiatan pembelajaran sbb :
VERBAL BUKU FILM TV PC
Proses dari VERBAL s/d PC banyak menghadapi kendala untuk dapat di-implementasi-kan secara luas terutama karena faktor koneksitas. Proses evolusi itu berjalan dalam suatu kondisi yang di sebut sebagai ‘repeated cycles of failure’, lingkaran kebuntuan.
Teknologi Web/Internet beserta inovasi yang sangat produktif (proliferate) dalam pengembangan aplikasi software telah memberikan dampak radikal terhadap bidang informatika dan telekomunikasi (telematika), dan pengaruhnya juga berdampak terhadap kegiatan/proses pembelajaran.
Perubahan yang sangat cepat dalam pengetahuan, teknologi (a.l. IT), praktek bisnis dan tatanan masyarakat telah juga membawa pengaruh pada kebutuhan dan pelaksanaan proses dan kegiatan pembelajaran.
Telah terjadi transformasi dalam istilah, substansi, dan metode pembelajaran dari Training menjadi Learning.Untuk dapat mengikuti perubahan itu maka kita perlu melakukan transformasi persepsi terhadap 5 hal yaitu :
1. Fokus : training activity performance
2.Akses : class-room anywhere
3.Media : paper on-line
4.Fasilitas : physical virtual
5.Waktu : cycle real (any time)
Masih Lakukah Manajemen Berbasis Sekolah?
Sebuah sekolah dipimpin oleh seorang kepala sekolah dan dibantu oleh beberapa wakil kepala sekolah. Jabatan kepala sekolah bagi sementara orang merupakan jabatan yang bergengsi dan menjanjikan secara ekonomi. Sementara jika menjadi guru selalu dihantui oleh beban puspa ragam administrasi yang tak kunjung habis. Akan menjadi hal yang sangat memalukan dan “tercela” jika adminsitrasi itu tidak kunjung selesai. Lebih lagi kalau saat pengawas dari Depdikbud datang administrasi belum beres. Untuk itu demi administrasi guru mencuri-curi waktu pada saat mengajar di kelas sambil mengerjakan administrasi. (Itu pun lebih baik daripada mengajarnya sudah tidak bermutu, administrasi juga tidak selesai.)
Pada hemat penulis, pada masa global MBS tidak bisa dijalankan setengah hati. Managemen yang baik harus disertai dengan perilaku managemen yang baik. Sekolah, jika dilihat dengan kacamata perusahaan, jarang sekali ada sekolah yang sehat secara managemen. Besarnya subsidi yang diberikan kepada sekolah, khususnya sekolah negeri, membuat sekolah setengah hati menjalankan managemen sekolah. Daya juang mempertahankan keberadaan sekolah dan mengembangkan sekolah tidak maksimal, karena tidak maksimal pun sudahbisa berjalan. Toh sudah ada pemerintah yang menutup pengeluaran dana. Namun demikian perilaku managemen seperti itu akan tersingkir oleh laju pasar global yang serba progresif revolusioner.
Keluhan bahwa profesi guru belum dihargai seperti di negara lain, bahkan seperti di negara tetangga, itu karena profesi guru belum digeluti secara profesional. Ketertinggalan sekolah dan tuntutan masyarakat pendukung membuat sekolah semakin gelagapan Kurikulum, materi pembelajaran, dan terutama sistem pendidikan di Indonesia semakin terpuruk.
Pada jaman pasar global perilaku kurang menguntungkan di sekolah (pasrah, menyerah, kalah) perlu disembuhkan. Budaya paternalistik yang sangat kuat mengekang perlu dikikis. Memandang diskusi ilmiah (debat ilmiah) sebagai suatu ketidaksopanan apalagi pemberontakan diubah. Budaya yes-man dan ABS (asal bapak senang) disingkirkan. Memandang pembaharuan pendidikan sebagai pemikiran sok luar negeri adalah pemikiran apatis yang merugikan sekolah.
Budaya paternalistik dan birokratis yang cenderung menjadi suatu negative complex muncul karena diksi yang mengarahkannya. Diksi kepala sekolah dan wakil kepala sekolah adalah diksi yang paternalis birokratis. Kata itu cenderung mendewakan Bapak, atasan yang harus dihormati, ditakuti, disegani, selalu benar, berwibawa, berkuasa, dan mengatasi masalah secara final.
Penulis mengusulkan dipakainya istilah direktur, manager, dan guru. Sekolah dipimpin oleh seorang direktur dengan dibantu oleh beberapa manager, yakni manager bidang kurikulum, manager bidang kesiswaan, manager bidang hubungan sekolah dan masyarakat, manager bidang sarana dan prasarana, dan manager bidang ketatausahaan. Diksi direktur dan manager berorientasi pada kerja, bukan pada gengsi, kuasa, atau yang lain. Direktur berorientasi pada kerja men-direct dan manager berorientasi pada kerja me-manage.
Jadi, konsep managemen peningkatan mutu berbasis sekolah akan bisa mengurangi jurang antara sekolah dengan iptek jika perilaku lama diganti dengan perilaku profesional yang selalu mengantisipasi masa depan. Pengembangan ketiga perangkat lembaga sekolah yang peduli kekinian dan masa depan akan membawa lembaga sekolah ke arah transformasi perilaku pasrah, menyerah, dan kalah. Perilaku itu harus bertransformasi menjadi perilaku progresif dalam mengaransemen visi misi sekolah, masyarakat pendukung, iptek yang melaju melesat menjadi form managemen sekolah yang militan.
Langganan:
Posting Komentar (Atom)
Tidak ada komentar:
Posting Komentar
Mohon komentar yang bisa memberikan pengembangan bagi majalah GEMA PIUS ini.