Pembiasaan, Pencontohan, dan Peneladanan adalah Cara Mendidik Yang paling Efektif
Manusia adalah makhluk yang dididik dan makhluk yang mendidik. Manusia adalah makhluk yang senantiasa terlibat dalam proses pendidikan, baik yang dilakukan terhadap orang lain maupun terhadap diri sendiri, dan proses pendidikan tersebut berlangsung seumur hidup.
Pendidikan dalam arti luas terjadi melalui tiga upaya utama, yaitu pembiasaan, pembelajaran dan peneladanan (Fuad Hassan, 2004). Ungkapan tersebut ingin menegaskan agar tidak terjadi salah penafsiran yang mempersempit upaya pendidikan, sehingga pendidikan hanya diartikan sebagai sitem persekolahan belaka. Pengertian pendidikan lebih luas dari pada sekedar penyekolahan. Pembelajaran di sekolah hanya bagian dari pendidikan secara keseluruhan. Pembelajaran disekolah pun tidak dapat dianggap steril terhadap berbagai pengaruh dari luar sekolah. Pembiasaan, pencontohan dan peneladanan sangat besar pengaruhnya dalam upaya pendidikan. Uraian di bawah ini akan membahas satu persatu upaya pendidikan melalui pembiasaan, pencontohan, dan peneladanan.
Pendidikan Pembiasaan
Pendidikan melalui pembentukan pembiasaan sudah terjadi sejak masa pra sekolah. Banyak perilaku anak pada tahap itu yang dihasilkan oleh pembiasaan, baik yang dibentuk oleh orang tuanya dan oleh lingkungan keluarganya. Upaya untuk memperkenalkan dan memantapkan berbagai aturan dan tata karma sudah dimulai sejak anak masa prasekolah, tanpa harus memberitahukan kepada anak tentang apa alasan-alasannya, cukup diterapkan sebagai kebiasaan dan anak yang bersangkutan menurut.
Pendidikan melalui pembentukan pembiasaan tidak hanya berlangsung pada anak prasekolah, tetapi juga berlangsung pada usia remaja dan orang dewasa bahkan pada usia tua. Sebagai contoh, pola perilaku hidup tertib dan bersih dalam suatu keluarga, terbentuk karena pembiasaan hidup teratur, disiplin sesuai dengan aturan dan kebiasaan menjaga kebersihan.
Banyak sekolah ternama yang anaknya tertib, sekolahannya bersih, lingkungannya indah, semua tertata rapi, itu semua terbentuk karena pendidikan pembiasaan di sekolah itu yang sudah berlangsung sejak lama.
Perilaku yang terbentuk karena pembiasaan dapat atas pikiran sendiri maupun atas bentukan orang lain atau bahkan hasil otodidaktis. Pembiasaan dikalangan kaum muda, misalnya, pembiasaan kehidupan di kampus pondok pesantren. Pembiasaan dalam usia tua, misalnya, pengembangan hobi atau kebiasaan baru dalam siklus harian setelah masa purna tugas.
Pendidikan Pencotohan
Dalam pendidikan pada jenjang apapun juga, contoh hidup menjadi hal yang paling penting. Kita tidak usah banyak ngomong, tidak usah gembar-gembor. Tidak usah menyuruh anak membuat semboyan atau yel-yel atau membuat maklumat, lalu ditempel dimana-mana dan setiap pagi diucapkan. Apa arti itu semua kalau yang tua tidak memberi contoh ? Contoh tidak hanya diberikan kepada mereka yang masih kanak-kanak, tetapi terus diberikan seiring dengan perkembangan usia dan jiwa anak. Selama contoh itu hilang dari pendidikan, jangan harap akan diperoleh manusia yang diharapkan (Liem Khing Nio, dalam Tony, 2004 ).
Contoh adalah bentuk peragaan berbagai citra yang cenderung menjadi contoh untuk ditiru dan pendidiknya merupakan hasil peneladanan. Contoh peneladanan ini terjadi sebagai proses pembelajaran sosial. Tidak semua contoh perilaku kehidupan dalam masyarakat menjadi contoh pendidikan yang baik.
Banyak contoh perilaku yang menyimpang, seperti adegan kekerasan yang ditayangkan televisi, ditiru oleh anak-anak. Contoh yang lain, apa yang disaksikan anak-anak di daerah sengketa, yang setiap saat menyaksikan adegan kekerasan, maka sikap dan perilaku kekerasan cenderung muncul pada anak-anak di daerah tersebut. Contoh yang dimaksud dalam dunia pendidikan adalah contoh keteladanan yang punya dampak didik positif.
Dari contoh keteladanan itu anak dapat menemukan model yang berperan sebagai sosok untuk identifikasi diri. Dalam pendidikan pencontohan anak tergantung dari yang tua. Kalau mau mendapatkan pendidikan yang baik, yang tua harus memberi contoh yang baik. Hal ini berlaku baik di rumah, di sekolah maupun di masyarakat. Di rumah orang tua harus memberi contoh yang baik dalam kehidupan sehari-hari. Kepala sekolah dan guru harus memberi contoh yang baik bagi para muridnya. Di masyarkat para pemimpin harus memberi contoh yang baik bagi rakyatnya, baik pemimpin formal maupun pemimpin informal. Pemimpin formal adalah para pejabat pemerintahan. Pemimpin informal adalah para pemuka masyarakat, baik pemuka agama maupun pemuka adat. Kehidupan para pemimpin menjadi contoh sentral kehidupan masyarakat. Apabila mereka berperilaku jelek dan tindakan-tindakannya menyimpang dari peraturan dapat dipastikan masyarakatnya tidak akan tertib.
Pendidikan Peneladanan
Pendidikan peneladanan yaitu berbagai pengaruh yang melekat pada seseorang dan cenderung dijadikan sebagai citra amutan. Pengaruh tokoh yang kita jadikan citra identifikasi diri amat berpengaruh pada pembentukan kepribadian kita. Banyak tokoh dalam kehidupan bermasyarakat yang dapat dianggap sebagai panutan, bukan hanya perilaku dan sikapnya, tetapi dalam gagasan dan wawasannya.
Tokoh yang menjadi pilihan sebagai citra identifikasi diri, biasanya juga memantulkan nilai-nilai yang dapat untuk diteladani. Dalam dunia pendidikan di Indonesia dewasa ini guru yang dapat menjadi teladan dalam hal nilai-nilai kehidupan ( Paul Suparno, 2004 ). Sekarang ini dibutuhkan guru yang bersikap sebagai seorang intelektual, artinya yang terus mau berkembang dan belajar seumur hidup, tidak pernah puas dengan yang dimengerti, mau membawa perubahan, berpikir kritis, rasional, bebas mengembangkan pikiran, reflektif, berani membela kebenaran dan keadilan.
Dalam kopentensi standar guru ( Depdiknas 2001 ) diungkapkan bahwa guru harus berkepribadian utuh, berbudi luhur, jujur, dewasa, beriman, bermoral, disiplin, tanggung jawab, berwawasan luas. Secara sangat sederhana, guru diharapkan menjadi pribadi yang baik yang dapat diteladani oleh anak didik. Guru yang setiap kali mengajarkan nilai hidup lewat bahan pelajaran, diharapkan sendiri melakukan nilai-nilai itu.
Misalnya, ia mengajarkan kejujuran, diharapkan ia sendiri memang jujur. Apabila ia mengajarkan tentang menghormati, ia sendiri diharapkan menghormato oarang lain termasuk anak didik. Kadang terjadi guru mengajarkan suatu nilai moral yang baik, tetapi ia sendiri tidak bermoral. Misalnya ada seorang guru agama yang mengajarkan sucinya perkawinan, ternyata ia sendiri selingkuh dengan isteri orang lain. Anak menjadi bingung, dan tidak percaya lagi kepada apa yang diajarkan guru. Menjadi teladan dalam hidup inilah yang kadang dirasakan berat oleh para guru. Hal ini membuat beberapa orang tidak mau menjadi guru, tetapi yang sudah terlanjur menjadi guru, mari maju terus, dan tetap jadilah teladan.
Oleh
St. Djasman
Mantan Kepala SMP Pius Cilacap
Langganan:
Posting Komentar (Atom)
Tidak ada komentar:
Posting Komentar
Mohon komentar yang bisa memberikan pengembangan bagi majalah GEMA PIUS ini.